Jumat, 08 Maret 2024

Boneka dengan Scoliosis dan Kenapa Representasi itu Penting

Haiiii bloggies! Apa kabar? Gimana tahun 2024 nya? Semoga semua rencana baik kalian berjalan lancar, ya :)



Kalau rencanaku gimana? :p Ya so far agak lancar, ahahaha. "Agak" karena ada beberapa yang tersendat karena cuaca. Maunya sih tahun ini lebih rajin lagi exercisenya, eh ternyata malah banyakan tidur sama makannya karena hujan setiap hari :'D Di daerah kalian sama nggak sih? Di Bandung sini hujannya benar-benar ekstrim, hampir seharian dan petirnya bikin jendela sampai bergetar-getar. Pokoknya kalau mau keluar rumah wajib banget jas hujan atau minimal topi untuk melindungi kepala (---tim kehujanan sedikit saja langsung pusing, hehe).


Goalku tahun ini untuk lebih rutin exercise bukan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang "perfect", tapi semata untuk menjaga tubuhku tetap fit. Pembaca lamaku pasti tahu kalau aku seorang scolioser, atau pengidap scoliosis, ---dan aku bertahan tanpa operasi. Untuk yang baru di sini, "Halo, salam kenal!" ---aku akan menjelaskan sedikit apa itu scoliosis.


Apa itu scoliosis?

Scoliosis (atau skoliosis dalam Bahasa Indonesia) adalah kondisi kelainan tulang belakang yang ditandai dengan bentuk punggung melengkung. Bentuknya bisa seperti huruf C atau S. Pengidapnya bisa laki-laki atau perempuan, tapi kebanyakan perempuan yang biasanya ketahuan sebelum masa puber (10-15 tahun). Kalau kurvanya masih kecil biasanya sekilas nggak terlihat, tapi jika kurva sudah mulai besar akan terlihat jelas meski punggungnya tertutup pakaian. Itulah kenapa banyak scolioser yang nggak terdeteksi dini, ---karena sekilas tubuh mereka tipikal anak-anak seusianya. 


Beda kurva, beda juga penanganannya. Kurva di bawah 20 derajat disebut scoliosis ringan, nggak membutuhkan operasi dan hanya membutuhkan exercise rutin di rumah. Sementara kurva di antara 25 sampai 40 derajat disebut scoliosis menengah, yang biasanya membutuhkan brace (penyangga tubuh), exercise, fisioterapi dan mulai berdiskusi dengan dokter tentang kemungkinan pembedahan. Nah, yang terakhir kurva di atas 50 derajat disebut skoliosis berat atau severe scoliosis. Penanganannya tentu kombinasi dari semua terapi sudah kusebutkan dan kemungkinan besar disarankan untuk melakukan pembedahan korektif. Karena saat kurva sudah besar, tentu mulai berpengaruh terhadap organ-organ dalam, seperti tulang rusuk yang semakin menekan paru-paru, rasa sakit kronis dan lainnya. 


Bagaimana dengan scoliosis ku?

Kurvaku 58 derajat yang artinya sudah masuk di kategori "scoliosis berat". (---Di beberapa postingan aku menyebut 55 derajat, tapi ternyata dokternya salah baca, lol). Aku mendapat diagnosis dokter nggak lama setelah ulang tahunku yang ke 13 dan waktu itu kurvaku masih di kategori "menengah" :D Kenapa terus bertambah, tentu ada alasannya dan itu BUKAN karena aku dan orangtua nggak melakukan tindakan apa-apa ya. Pertambahan kurva di usia pertumbuhan itu wajar karena perubahan hormon dan tinggiku masih terus bertambah. Jadi brace yang kupakai selama lima tahun, 23 jam perhari gunanya untuk memperlambat pertambahan kurva saja, bukan untuk mengurangi. Lalu kenapa aku nggak melakukan operasi? Pertimbangannya banyak, salah satunya (dan yang paling penting) scoliosisku ini nggak progresif alias kurvanya nggak bertambah lagi semenjak aku menginjak usia dewasa! :)


Foto rontgen tulang belakang lamaku (karena yang baru hasil scannya terhapus di HP dan mager buat scan ulang, —-gak hilang kok, paling nyelip di laci, hehe).


Itulah kenapa exercise penting sekali untukku (semoga aku bisa segera melawan rasa malas karena hujan ini, hehe), agar otot-ototku tetap kuat dan terlatih. Dengan memiliki otot yang kuat tentu akan memperlambat kenaikan kurva dan meningkatkan kualitas hidup scolioser sepertiku. Sementara fisioterapi, meskipun aku masih (dan harus selalu) rutin menjalaninya hanya bisa memanage rasa sakit, yang tanpa exercise rutin akan sia-sia saja xD


Jadi bagaimana hidupku sebagai scolioser berkurva besar dan di usia dewasa?

Aku baik-baik saja! :D Ada hari baik dan ada hari buruk seperti kebanyakan orang di dunia. Ya, aku harus "berurusan" dengan rasa sakit yang kadang seharian, tapi aku yakin orang tanpa scoliosis pun terkadang mengalaminya, iya kan ;) Aku bahagia dan (berusaha) menjalani hidup dengan sepenuh mungkin, ---karena ternyata hidup nggak seburuk pikiranku ketika masih remaja dulu. Hidup dengan scoliosis adalah "hidup normal" versiku dan aku nggak keberatan dengan itu :)


Kalau diingat kembali, titik di mana aku merasa bahwa "aku bisa" itu ketika aku mulai menulis di blog tentang scoliosisku, lalu kemudian dijadikan novel yang dengan judul "Waktu Aku sama Mika". Waktu itu aku mulai mendapat banyak email dari teman-teman scolioser yang merasa related dengan kehidupanku. Lalu bertahun-tahun kemudian ketika novelku menjadi inspirasi sebuah film layar lebar berjudul "Mika", aku semakin yakin kalau melakukan hal yang benar. Dulu sempat ada orang "dekat" yang bilang kalau aku nggak perlu bicara tentang scoliosisku karena dia pikir itu sebuah "aib" (---Well, HE WAS WRONG!). Hampir aku percaya, tapi untung saja aku nggak berhenti. Dan setelah film diputar aku malah mendapatkan banyak hal positif. Banyak para orangtua yang menghubungiku dan berterima kasih karena setelah menonton "Mika" mereka memeriksakan putri mereka ke dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Juga banyak orang-orang seusiaku yang bilang bahwa mereka lega karena ternyata mereka nggak sendirian, ---bahkan ada di antara mereka yang berteman denganku sampai sekarang! Ya, ternyata "aku bisa". Aku tetap memiliki fungsi meski di mata dunia kedokteran aku bukan orang yang sempurna ;)


Novel "Waktu Aku sama Mika" yang diterbitkan oleh Shira Media dan film "Mika" yang diproduksi oleh IFI dan dibintangi oleh Vino G. Bastian.


Boneka sepertiku, karena representasi itu penting.

Tahu nggak sih kalau film "Mika" itu film Indonesia PERTAMA yang mengangkat isu tentang scoliosis? ---Boleh dong ya aku bangga, hehehe :D Kalau di Hollywood, tentu bukan hal yang baru dan jarang. Yang paling kita kenal mungkin film "Romy and Michele's Highschool Reunion" yang rilis tahun 1997 lalu. Dulu filmnya sering tayang di Indosiar dan (kalau nggak salah inget) pernah beberapa kali tayang juga di Trans TV. Waktu lihat Michele, salah satu tokoh utamanya memakai brace, aku langsung, "Wow! Dia seperti aku!" :O Padahal filmnya bukan berfokus di isu scoliosis dan bergenre komedi, lho, tapi tetap ada perasaan surreal ketika melihat orang di TV yang "mirip" denganku. 


Perasaan "hore, aku nggak sendiri" itu tetap ada setiap aku melihat ada yang merepresentasikan scolioser, nggak peduli seberapa dewasanya aku. Tahun lalu waktu aku membaca artikel tentang Mattel yang merilis boneka-boneka dengan disability aku bahagia dan terharu. Kalian tahu kenapa? Karena salah satu dari boneka-boneka itu ada yang mirip denganku, ---memiliki tulang belakang melengkung, tulang panggul yang nggak sejajar, bahu yang nggak sejajar, kaki yang salah satunya lebih pendek, dan... memakai brace! :'D Aku sangat nggak sabar untuk memilikinya sampai-sampai beberapa kali mengecek situs official Mattel Indonesia dan mengirimkan banyak pesan, hahaha. Aku bahkan hampir meminjam akun Amazon milik Ibu Mertua supaya bisa dapat bonekanya sebelum masuk resmi ke Indonesia.  Syukurlah nggak perlu karena ternyata hanya dua bulan saja setelah ulang tahunku bonekanya sudah dijual di Barbie Flagship :D


Detailnya gak main-main, ya. Sampai pas didudukkan saja bahunya terlihat gak sejajar :')


Oh iya, boneka scoliosis itu hanya salah satu dari banyak boneka dengan disabilitas yang Mattel rilis, lho. Selain scolioser juga ada boneka dengan alat bantu dengar, boneka dengan Down Syndrome, boneka dengan kaki prostetik, boneka dengan kursi roda dan lain sebagainya. Sepertinya boneka scolioser memang belakangan rilisnya karena temanku, Angkie Yudistia yang juga Teman Tuli sudah punya boneka dengan alat bantu dengar duluan. Waktu aku melihat ia mempostingnya di Instagram aku juga jadi ikut senang, katanya bonekanya dimainkan anaknya :')


Screenshot dari Instagramnya Angkie, yang sekarang punya boneka seperti dirinya :D


Kennedy Garcia dan Ellie Goldstein dengan boneka Down Syndrome seperti mereka :)
(Sumber: Forbes dan British Vogue).


Rose Ayling-Ellis dengan boneka yang memakai alat bantu dengar sepertinya :)
(Sumber: disabilityhorizon).


Di bulan Agustus 2023 akhirnya bonekaku datang setelah aku memesannya dari Barbie Flagship. NGL, aku menitikkan air mata waktu melihatnya secara langsung untuk pertama kali, huhuhu. Namanya Chelsea, adik kecil dari Barbie. Ia berambut coklat panjang, memakai dress berwarna pink dan brace scoliosis tipe Boston seperti punyaku waktu dulu. ---She's so freakin' cute :''''D Orang pertama yang kukabari tentu saja Bapak karena beliau yang dulu selalu mengantarku terapi. Aku mengirimkan fotonya dan reaksi beliau membuatku tertawa! Bapak bertanya siapa yang membuat boneka itu karena sudah pasti "sangat niat" sampai-sampai bentuk punggungnya pun melengkung! Hahaha. Waktu kami akhirnya ada kesempatan bertemu langsung beliau juga bilang kalau boneka baruku membuatnya ikut senang. Bapak bilang sungguh luar biasa karena sudah banyak yang berubah semenjak aku pertama kali didiagnosis scoliosis dulu. Sekarang scoliosis bukan sesuatu yang "tak terlihat" :)


Aku yang berbahagia akhirnya bisa memiliki boneka yang sepertiku :')


Saking detailnya ukuran bracenya juga bisa diatur, persis seperti braceku :D


Nggak lupa aku juga membagikan tentang boneka Chelsea di media sosialku. Banyak followerku yang scolioser merasa bahagia dan ingin memiliki bonekanya. Dengan senang hati aku membagikan link, nama toko, bahkan jika perlu aku carikan yang terdekat dengan lokasi mereka, hahaha. Dan, nope, aku nggak diendorse. Aku seorang scolioser, dan seperti yang kubilang sebelumnya aku tahu bagaimana rasanya saat melihat ada merepresentasikan kami. Pesan-pesan manis pun mulai bermunculan di DM Instagram dan Facebook ku. Ada beberapa Ibu yang membelikan boneka ini untuk anak-anaknya supaya mereka nggak merasa sendirian waktu memakai brace. Juga dari beberapa orang dewasa yang setelah menunggu belasan tahun akhirnya ada boneka yang mirip seperti mereka. How sweet :') Tapi ada juga pesan yang lucu, ada yang bilang karena aku membagikan informasi di mana-mana bonekanya jadi sold out dalam beberapa hari! "The power of Kak Indi," begitu katanya, hahaha.


Salah satu pesan manis yang sempat ku-screenshot dari Facebook :')


Meski terlambat dua bulan, tapi boneka ini adalah hadiah ulang tahun terindah untukku (---bisa dibilang ini adalah hadiah dari Ibu Mertua karena aku membelinya dengan sisa Birthday money pemberian beliau, terima kasih banyak). Aku bahagia dan bersyukur sekarang brace dan alat bantu medis lainnya dilihat sebagai hal yang normal. Bayangkan anak-anak yang sedang berada di toko mainan melihat boneka ini lalu membelinya dan bermain dengannya. Mereka mungkin awalnya akan bertanya-tanya apa yang dipakai boneka ini (brace) dan mengapa tubuhnya berbeda. Lalu mereka akan mencari tahu tentang scoliosis dan belajar tentang perbedaan, ---yang mana sangat normal dan bukan untuk dipermasalahkan :) Dan bayangkan juga anak-anak dengan scoliosis yang menemukan boneka ini. Mereka nggak akan merasa sendirian lagi dan TAHU bahwa brace itu bukan sesuatu yang harus disembunyikan tapi untuk membuat kualitas hidup mereka lebih baik, ---seperti Chelsea yang percaya diri memakai brace di luar dressnya :)


Well, aku harap jejak Mattel yang membuat mainan/boneka inkusif akan diikuti oleh perusahaan lainnya. Mungkin masih ada yang menganggap kalau ini "cuma" boneka, nggak ada bedanya dengan mainan-mainan lain. Tapi coba deh saat kamu melihat mainan yang memakai brace, kursi roda atau alat bantu dengar, bayangkan kalau ada anak-anak yang tersenyum saat melihatnya,  ---karena mereka jadi merasa "terlihat" :)


Reaksi Ella Roger yang berusia 2 tahun waktu melihat boneka dengan kursi roda seperti dirinya :) Masa masih ada yang bilang, "Ini cuma boneka"? ;)
(Sumber: Good Morning America).



kakakya Chelsea, lol,


Indi



Catatan: 

- Mattel bukan satu-satunya perusahaan yang membuat boneka dengan alat bantu medis, tapi sampai sekarang baru produk Mattel yang bisa dengan mudah didapat di Indonesia.

- Braceku nggak terpasang dengan benar, hanya untuk kepentingan foto. Jadi jangan ditiru ya :)

- Novelku "Waktu Aku sama Mika" bisa didapat di sini (Shira Media) dan di sini (Gramedia).

----------------------------------------------------------------

Instagram: @indisugarmika | YouTube: Indi Sugar Taufik


Kamis, 22 Februari 2024

Izin Tinggal yang Menyebalkan dan Mall yang Menyenangkan! :)

Keputusan Shane untuk tinggal di Indonesia memang mengejutkan. Bayangkan saja, Shane nggak pernah pergi jauh dari negaranya, Amerika, ---paling jauh hanya sampai Jamaika. Lalu tiba-tiba saja ia bilang ingin mengunjungi aku, (yang waktu itu masih) sahabat internetnya di Indonesia. Aku bilang pada orangtuaku kalau akan ada teman yang berkunjung. 

"Tiga minggu saja paling lama," ujarku pada Ibu dan Bapak, ---yang ternyata keliru. 

Shane dan aku saling jatuh cinta segera setelah kami bertemu. Perubahan status kami dari sahabat ke sepasang kekasih membuat Shane mengubah rencananya. Orangtuaku terkejut, keluarga Shane apa lagi! Tapi mereka ikut berbahagia dan mendukung apapun keputusan kami :)


Aku dan Shane sama-sama clueless tentang izin tinggal di Indonesia. Shane ke Indonesia menggunakan visa kunjungan yang hanya berlaku selama satu bulan. Lalu bagaimana caranya agar ia bisa di sini bersamaku selama tujuh bulan kami berpacaran? Well... sekarang sih terdengar "lucu", tapi percayalah waktu itu cara yang Shane lakukan adalah satu-satunya cara yang masuk akal bagi kami. Jadi setiap masa tinggalnya habis Shane pergi ke Singapura di pagi hari dan kembali lagi ke Indonesia di sore hari DEMI MENDAPATKAN CAP VISA KUNJUNGAN DI PASPORNYA! Iya, orang yang sekarang jadi suamiku itu rela pulang-pergi ke luar negeri satu bulan sekali, bahkan tanpa meninggalkan Bandara untuk mengejar penerbangan berikutnya, supaya ia bisa tinggal dengan legal di Indonesia, ahahahaaa :"D


Untung saja beberapa minggu setelah menikah kami diberi tahu kalau ada yang namanya KITAS, ---Kartu Izin Tinggal Sementara untuk WNA yang berlaku selama satu tahun (---nah, mengerti kan kenapa kami jadi merasa konyol, hahaha). Atas saran Alison, mantan atasanku di Preschool tempat aku dulu mengajar, kami menggunakan jasa agen untuk mengurus segala macam dokumen yang diperlukan. Jadi selama satu tahun pertama kami tenang, izin tinggal Shane sudah ada yang mengurus dan kami hanya perlu ke Imigrasi  untuk pengambilan foto dan sidik jari. Praktis, cepat, ---tapi kami terkejut setelah tahu berapa biaya asli pembuatan KITAS. Ternyata kami membayar hampir dari tiga kali lipat! Huaaa, agak menyesal rasanya, dan sejak saat itu kami memutuskan untuk mengurusnya sendiri saja. Kan lumayan tuh uang lebihnya bisa dipakai buat jatah makan seblak satu tahun :p


Tahun pertama mengurus KITAS berdua saja kami masih meraba-raba. Kami menjelaskan pada pihak Imigrasi kalau sebelumnya kami menggunakan jasa agen jadi belum mengetahui apa saja yang harus kami bawa. Aku ingat sekali waktu itu aku dan Shane saling bertukar pandang karena heran. Di zaman yang serba digital ini ternyata fotokopi KTP, Kartu Keluarga, CNI, dsb, dst, masih juga menjadi salah satu persyaratan perpanjangan KITAS. Dengan banyaknya kolom di formulir yang diisi, dengan seluruh data kami yang sudah ada di komputer, kenapa fotokopi masih diperlukan? Kertas-kertas fotokopi yang isinya selalu sama setiap tahun itu memang nantinya dikemanakan? Jangan sampai deh berakhir di tukang gorengan. 


Jadi setiap akhir tahun saat keluarga kami merencanakan liburan, aku dan Shane merencanakan kunjungan kami ke Imigrasi, hahaha. Di kedatangan pertama aku dan Shane harus menyerahkan segala macam fotokopi, foto terbaru, paspor, mengisi formulir dan membayar biayanya. Setelah itu kami dijadwalkan untuk pengambilan data biometrik (sidik jari dan foto). ---Yup, semua itu nggak bisa dilakukan di satu hari saja. Lumayan menguras tenaga fisik dan mental karena jarak dari rumah ke Imigrasi nggak dekat dan perjalanannya nggak pernah mulus (warga Bandung pasti paham kalau di daerah Surapati always macet, sniff...). Pernah satu kali kami terpaksa kembali lagi ke rumah hanya karena nggak membawa CNI. Padahal satu malam sebelumnya kami menerima email dari Imigrasi yang NGGAK menyebutkan CNI sebagai salah satu persyaratan. Aku sampai menunjukkan bukti email dan Buku Nikah, karena CNI itu sendiri adalah surat bukti kalau Shane nggak terikat pernikahan di negaranya. Harusnya kita nggak butuh CNI lagi dong karena sudah menikah legal di sini dengan bukti Buku Nikah dan data di Disdukcapil? :'D Tapi tetap saja mereka kekeuh menginginkan selembar kertas fotokopi dari kedutaan Amerika itu.


Bulan Desember 2023 yang lalu ketika akan melakukan "kunjungan" rutin ke Imigrasi level anxiety kami cukup tinggi. Dua tahun yang lalu aku dan Shane sempat merasa nggak nyaman karena salah seorang petugas memanggilku dengan sebutan "Kakak" dengan nada over friendly (ykwim...) dan berkomentar tentang penampilanku. Bukan saja terkesan nggak profesional tapi juga membuat Shane merasa kurang dihargai (ia merasa "dikacangin"). Like, why does he care about my appearance? Panggilan "Kakak" dan mengomentari kalau styleku "Kawaii" itu nggak appropriate untuk diucapkan di tempat yang formal. And he's NOT even my friend! ---To be clear ya, BUKAN panggilan “Kakak” nya yang jadi masalah. Tapi ini soal tempat dan sedang dalam kepentingan apa. Di tempat di mana semua orang dipanggil “Ibu” dan “Bapak” (bahkan Shane dipanggil “Sir”), kenapa petugasnya memilih memanggilku dengan sebutan yang berbeda dan membuat komentar nggak perlu soal penampilan dan saat melihat foto KTP ku? Ia bahkan nggak bertanya apa-apa sama Shane, seolah nggak kelihatan. Padahal Shane yang berkepentingan untuk urusan KITAS. Aneh :S Meski petugasnya sekarang sudah nggak bekerja di sana tapi tetap aku dan Shane jadi menetapkan Imigrasi sebagai tempat least favorite kami. "Vibesnya nggak enak," begitu kata Shane. Syukurlah persyaratan perpanjangan KITAS kami nggak ada yang kurang dan berjalan lancar, ---atau kami kira begitu...


Di kunjungan kami yang kedua untuk pengambilan data biometrik, seharusnya menjadi hari yang sama dengan pengambilan paspor milik Shane. Tapi kemarin nggak begitu, setelah menunggu sebentar kami diberitahu kalau paspor belum bisa diambil. Waktu aku bertanya sama petugasnya kapan, ia menjawab, "Belum tahu, whatsapp saja ke sini hari Senin. Tanyakan tentang status permohonan KITAS nya dan kapan paspornya bisa diambil."

Jujur, rasanya kepengin nangis tahu nggak sih, ahahaha... Sudah jauh-jauh datang, DUA KALI PULA, eh masih juga harus kembali lagi, KAPAN-KAPAN (karena bahkan petugasnya saja belum tahu, ahahahaha). Kalau begini rasanya lebih baik kami kembali pakai agen saja! Ingin rasanya menyerocos bertanya kenapa kami nggak dikabari saja lewat Whatsapp, email, telepon, pos, atau apapunlah supaya kedatangan kami nggak sia-sia. Tapi semuanya hanya di dalam kepalaku, karena badanku rasanya terlalu lemas dan mood sudah jelek. Aku hanya ingin pulang dan tidur.


Tapi Shane rupanya punya ide lain, alih-alih setuju untuk pulang ia mengajakku untuk ke mall. Katanya ia ingin membuat hari kami yang dimulai dengan sangat menyebalkan menjadi lebih baik. Senyumku pun kembali. Bukan karena gembira akan berjalan-jalan di mall, tapi karena aku bersyukur memiliki suami yang selalu mencoba "memperbaiki" hari untuk kami :) Dengan bantuan aplikasi map di handphone aku menemukan mall terdekat dari gedung Imigrasi, Mall Bandung Indah Plaza, mall yang sempat menjadi tempat favoritku ketika masih kecil sampai remaja. Segera kami ke sana tanpa rencana dan tanpa tahu apa yang ada di sana. Sudah sangat lama sejak terakhir kali kami mengunjungi mall tertua di Bandung itu. (---Itu pun sangat sebentar, untuk makan karena terlewat saat pulang sehabis kami dari Rumah Sakit). Di perjalanan Shane berkata kalau aku harus bersenang-senang di sana, lakukan apa saja yang aku inginkan dan jangan pikirkan soal urusan Imigrasi yang menyebalkan.


BIP, mall masa kecil dan remaja. Sudah banyak yang berubah, jadi kangen suasana dulu, huhu.


Mall sedang nggak terlalu ramai. Di beberapa pojok terlihat sedikit festive karena sedang suasana Natal dan Tahun Baru. Dengan mantap aku langsung mengajak Shane ke restoran fast food yang menjual burger plant based. ---Junk food nabati memang selalu sukses membuat moodku lebih baik, hehe. Kami ke Burger King karena plant based whopper mereka enak sekali (dan sangat mengenyangkan!). Sayang ternyata stocknya habis :') Perasaanku sih sepertinya mereka memang sudah discontinued, at least untuk wilayah Bandung karena di cabang lain pun jawabannya selalu sama. Tapi mungkin supaya terdengar halus dan menjaga supaya harapan para vegan tetap tinggi jadi bilangnya "habis" :p Untung saja di lantai paling atas ada A&W. Mereka punya menu yang namanya Veggie Burger. Rasa dan teksturnya lebih mirip perkedel dibandingkan dengan burger, tapi menurut kami sih sama-sama enak apalagi saat dipadukan dengan curly fries. 


Dekorasi mall sangat minim, di lantai atas malah hampir gak ada dekorasi :D


Kami makan sambil mengobrol ini-itu, sama sekali nggak membahas soal Imigrasi. Shane dengan random bilang kalau ia tiba-tiba ingat lima tahun yang lalu di hari yang sama kami makan di foodcourt Metro Indah Mall dan ia mengambil fotoku yang sedang duduk di depan pohon Natal. Aku tertawa mendengarnya, aku ingat waktu itu kami baru sekitar dua minggu menikah dan aku sedang ingin makan seblak. Jadi bibirku tampak merah dan dower sekali di foto, hahaha. Somehow Shane menyukai foto itu dan sampai sekarang masih menjadikannya wallpaper di handphonenya :) Oh iya, Shane dulu bukan "anak mall", ia lebih suka pergi ke toko musik atau hangout di rumah teman-temannya. Tapi semenjak bersamaku tampaknya ia jadi menyukai mall, bahkan mulai hapal dengan nama-namanya, hehe.


Hahaha, sign di belakang kami. Aku bertanya sama Shane apa ia merasa "di rumah" :p


Foto kenangan bibir dower di foodcourt Metro Indah Mall, hahaha :D


Selesai makan Shane bertanya padaku apa lagi yang ingin kulakukan. Aku berpikir sejenak lalu mengajaknya ke bioskop untuk melihat film apa saja yang sedang diputar. Kebetulan sekali ada "Wonka", dan hari pertama tayang! Sejak kecil Shane sangat menggemari film "Willy Wonka and the Chocolate Factory" (1971), film yang (seharusnya) menjadi adaptasi dari buku Roald Dahl yang berjudul "Charlie and the Chocolate Factory". Sementara aku adalah penggemar berat buku-buku Roald Dahl, baik buku anak-anak maupun buku dewasanya. Jadi menonton film ini merupakan win-win untuk kami; Shane bisa menonton "prekuel" dari film favoritnya, sedangkan aku bisa membandingkan karakter Wonka dengan yang di buku. Kupikir bioskop akan ramai, apalagi di hari Senin harga tiket lebih murah. Tapi ternyata di dalam teater hanya ada kami berdua dan beberapa orang di baris samping dan belakang kami. Aku menyukainya :)


Poster film "Wonka".


Kedua buku tentang Willy Wonka dan karya Roald Dahl yang lain.


Aku dan Shane sangat menikmati filmnya, ---aku bahkan sempat terlarut di beberapa adegan dan sedikit meneteskan air mata :'D Telinga dan mata kami terasa dimanjakan, semuanya porsinya pas, dari drama, hal-hal magis dan musiknya. Mungkin kalau aku terlalu berharap filmnya patuh dengan cerita di buku Roald Dahl aku nontonnya bakal kecewa, ya. Tapi karena sudah belajar dari film-film adaptasi Roald Dahl lain yang hampir NGGAK PERNAH persis bukunya, aku jadi menikmati filmnya sebagai sebuah karya mandiri yang "diinspirasi" Roald Dahl saja. Karena kalau dibilang jadi prekuel film versi tahun 1971 pun sebenarnya nggak nyambung-nyambung amat. Background storynya ke mana-mana, hanya karakter Willy Wonka saja yang mendekati. Disambungkan dengan film "Charlie and the Chocolate Factory" versi tahun 2005 (yang mana paling patuh dengan bukunya) apalagi, ---makin jauh, ahahaha. Jadi ya dinikmati apa adanya saja. Oya, di film "Wonka" juga ada kejutan menyenangkan dari Rowan Atkinson, yang meski perannya nggak banyak tapi sukses bikin aku tersenyum haru. Sebelumnya di film adaptasi Roald Dald yang berjudul "The Witches" (1990) ia juga punya peran sebagai Mr. Stringer, eh tiba-tiba sekarang muncul lagi sebagai Pendeta. Jadi makin nostalgia masa kecil, kan! :'D 


Begitu keluar dari teater, aku dan Shane sepakat kalau filmnya membuat kami jadi ingin makan cokelat! Tanpa berbelok ke mana-mana dulu kami langsung ke supermarket di lantai dasar dan mencari cokelat "yang bisa kami makan". Kebanyakan cokelat yang dijual di pasaran mengandung susu, dan kami yang vegan ini menghindarinya. Syukurlah setelah mencari nggak terlalu lama kami menemukan dark chocolate yang kemasannya cukup besar untuk dimakan berdua! Biasanya kami hanya menemukan chocolate bar kecil, jadi harus beli beberapa supaya puas. Tapi kali ini kami dapat kemasan pouch yang isinya ada banyaaaak. Hore! :) 

Nggak terasa hari sudah semakin gelap, kami putuskan untuk segera pulang setelah sebelumnya membeli treat untuk Kitty, si kucing mungil, yang ditinggal sendirian di rumah. Kami banyak sekali tertawa. Kalau saja nggak melihat outfit kami yang memakai batik, aku nggak akan ingat kalau sebelumnya habis mengalami hari yang menyebalkan di Imigrasi :p


***


"Shane, kalau tiba-tiba kita ketemu Steven Tyler terus dia naksir aku gimana?" Tanyaku iseng.

"Oh, nggak apa-apa, nanti kamu pura-pura suka sama dia. Terus kalau dia kasih kamu uang jangan lupa bagi aku ya," jawab Shane.

Aku tersenyum nakal, "Tapi kalau aku naksir beneran sama dia gimana?"

Shane diam sejenak, menatapku dengan serius lalu berkata, "Ya, artinya kamu tetap saja harus bolak-balik ke Imigrasi. Kan Steven Tyler juga perlu Kitas. Dia dan aku nggak ada bedanya kalau di Indonesia, sama-sama WNA!"

"Oh, iya juga ya," aku terkikik geli. 


Nggak, aku nggak naksir Steven Tyler, kok. Aku nggak akan menukar suamiku ini dengan apapun, hahaha. Nggak bisa aku membayangkan diriku dengan orang lain selain dengan Shane, ---yang selalu berusaha mengubah hari menyebalkan menjadi hari terbaik sedunia! ---Ia sudah lebih dari cukup untukku :)


blessed girl,


Indi


Kalau teman-teman ingin membaca proses pernikahanku dan Shane bisa baca di sini :)

____________________________________

Instagram: @indisugarmika | Youtube: Indi Sugar Taufik

Minggu, 14 Januari 2024

Hadiah yang Aku Inginkan

Halo 2024, terima kasih 2023! :)



Foto yang lumayan, karena nggak ada yang megangin kamera :p

Jujur, aku masih sedikit nggak menyangka mengetik ini di tahun 2024. Aku merasa tahun 2023 berlalu begitu cepat. ---Well, nggak cuma aku, sih, Shane pun merasa demikian. Entah karena kami begitu menikmatinya atau kami terlalu sibuk dengan pindahan dan ini-itunya. Yang pasti rasanya seperti baru kemarin kami merayakan tahun baru, eh tahu-tahu tahun sudah berganti lagi :'D Adakah yang merasakan hal sama? :D


Apapun penyebabnya, aku sangat mensyukuri tahun 2023. Banyak hal yang aku dan Shane alami, pahit dan manis, ---kehilangan income utama kami lalu perlahan bangkit dengan pekerjaan lain yang sangat berbeda dari sebelumnya, pindah ke rumah tapak setelah sebelumnya tinggal di apartemen selama tiga tahun (which is a good thing!), untuk pertama kalinya nggak bertemu dengan orangtua selama lebih dari sebulan, dan... highlight di tahun 2023... kami menemukan seekor kucing di halaman belakang rumah baru kami! Kitty, begitu kami memanggilnya, dan sejak saat itu dia menjadi bagian dari keluarga kami. Kehadirannya bukan sebagai pengganti Eris, anjingku yang meninggal di tahun 2022 lalu, tapi sebagai pengobat hati bagi kami :) 


Aku dan Shane selalu melakukan banyak hal bersama-sama, ---berdua saja. Tapi setelah ada Kitty kami jadi selalu bertiga! Butuh waktu untuk terbiasa tentu saja, haha, tapi kami menikmatinya :D Termasuk untuk Christmas, biasanya hanya aku dan Shane bertukar kado lalu menghabiskan sisa hari dengan menonton TV, tapi kali ini rasanya berbeda. Kami ingin memastikan Kitty juga terlibat dan menikmati hari istimewa seperti kami. 


Setiap tahun ibu mertuaku alias ibunya Shane selalu mengirimiku Christmas money sebagai penggati hadiah dalam bentuk barang. Begitu aku menerimanya yang pertama terpikir olehku adalah membeli matching dress untukku dan Kitty. Dulu aku sering melakukannya dengan Eris dan aku merindukan saat-saat itu, jadi kupikir nggak ada salahnya melakukan hal yang sama dengan Kitty :) Aku mencarinya di online store dan menemukan sebuah dress berwarna merah dengan motif Sinterklas dan butiran salju yang cantik. Sayangnya matching dressnya hanya untuk anak manusia bukan anak kucing, hahaha. Jadi aku memutuskan untuk membelinya untukku dan mencari baju untuk kucing yang warna dan motifnya mendekati. Ternyata susah-susah gampang karena ukuran tubuh Kitty nanggung. Dia gembul tapi nggak terlalu tinggi, jadi banyak baju yang terlalu sesak di bagian perutnya x'D Syukurlah akhirnya aku menemukan baju dengan motif manusia salju (ya, cukup "dekat" dengan butiran salju, kan, lol) berwarna merah dengan ukuran L. ---Yang sebenarnya sih terlalu panjang buat Kitty, bagian bahunya pun jadi sering melorot. Tapi yang penting perut gembul Kitty nggak merasa sesak waktu memakainya :p


Dress ini mengingatkan aku sama dress lama buatan Ibu yang juga bergambar Sinterklas.


Christmas OOTD kompakan dengan Kitty Perry (iya, itu nama lengkapnya, hahaha).


Belum terbiasa memegang kucing. Kitty terasa mungil di gendonganku :')


Dulu aku juga suka memakai matching outfit dengan Eris. RIP beautiful girl :')


Untuk Shane juga aku membeli hadiah, ---nggak yang wah atau gimana, tapi benda-benda kecil yang dia sedang butuhkan; celana boxer, kaus kaki bergambar logo Red Hot Chili Peppers band favoritnya, kaus kaki bergambar pohon cemara agar pas dengan tema Natal dan charger, karena miliknya rusak dan dia terus-terusan pakai punyaku xD Aku juga membeli small things untuk diri sendiri, dua buah casing handphone dan dua buah buku berjudul "A Street Cat Named Bob" dan "George's Marvelous Medicine". Christmas money dari Ibu Mertua sebenarnya cukup untuk dibelikan banyak hal, tapi aku sedang nggak ingin apa-apa. Bahkan setiap Shane bertanya hadiah apa yang kuinginnya darinya, aku selalu bilang "Nanti kupikirkan dulu" meski kenyataannya aku nggak benar-benar memikirkannya. Somehow aku merasa cukup dengan apa yang sudah kumiliki sekarang :)


Shane membuka hadiahnya.


Hal-hal kecil yang kubeli dengan Christmas money dari Ibu Mertua.


Sejak awal bulan Desember aku sudah menghias rumah dengan dekorasi Christmas sederhana, kaus kaki di perapian, kertas berbentuk snow flakes di sana-sini dan memajang kartu-kartu ucapan dari teman dan keluarga. Ya, yang penting terasa berbeda saja dari hari-hari biasa ;) Aku juga menonton beberapa film bertema Christmas sendirian saja di handphone karena Shane tetap bekerja seperti hari-hari biasa. ---Dan aku sangat menikmatinya, mengingatkan waktu aku masih jadi anak sekolah yang menonton DVD sendirian di kamar agar nggak ketahuan Ibu dan Bapak kalau menangis saat melihat adegan sedih, hahaha. Tapi bukan berarti aku dan Shane nggak sempat menonton film bersama, kami juga menonton film "I Saw Mommy Kissing Santa Claus" di TV. Kebetulan aktor ciliknya (yang sekarang sudah nggak lagi cilik, lol) si kembar Sprouse yang memerankan satu anak secara bergantian adalah favorit kami, jadi serunya semakin berkali-kali lipat. Aku dan Shane nggak bisa berhenti tertawa di sepanjang film karena banyak adegan konyolnya. Ya, tipikal film awal tahun 2000an yang cheesy dan berbudget rendah gitu, lah. Tapi kami sangat menikmatinya dan jadi heran waktu baca reviewnya di IMDB karena ternyata begitu banyak orang sebal sama filmnya, ahahaha x'D


Perapian ini sudah ada sejak hari pertama kami menempati rumah ini.

Penjaga hadiahnya ketiduran :D


Kartu-kartu dari temanku, John, di Jepang. Yang di tengah adalah snow flake buatan Shane tahun lalu (alias voucher belanja untukku sebagai hadiah Natal darinya, hahaha).


Ngomong-ngomong soal film, siapa nih yang setuju kalau liburan Natal dan Tahun Baru terasa kurang lengkap tanpa film Home Alone di RCTI? Dari sejak aku kecil filmnya nggak pernah absen untuk tayang di RCTI (dan kadang GTV, atau dulu namanya Global TV). Meski diulang-ulang aku nggak pernah bosan dan hatiku terasa hangat karena film Home Alone adalah bagian dari masa kecilku yang tetap ada sampai dewasa :) Sampai akhirnya di tahun 2021 jadi tahun terakhir RCTI menayangkan karena seriesnya (seri satu sampai lima ditambah "Home Sweet Home Alone") pindah tayang ekslusif ke Disney+ :") Rasanya jadi ada yang kurang, karena meski bisa ditonton di Disney+ tapi vibesnya beda, ---mungkin karena nggak kepotong iklan ya, haha. Tapi daripada mengharapkan yang nggak ada kupikir lebih baik menciptakan "tradisi" yang baru saja, mau nonton Home Alone di mana pun Kevin tetap menggemaskan, kok! :D


Jadi di Christmas morning waktu Shane masih tidur (dia begadang sama Kitty, hehe) aku menonton film Home Alone yang pertama sendirian. Aku nontonnya di kamar, di atas tempat tidur dan masih berpiama. Pokoknya bermalas-malasan dan bernostalgia. Setelah film selesai aku menahan diri untuk nggak melanjutkan menonton bagian keduanya (meskipun sangat tempting) karena ingin menonton bersama Shane. Dia itu selalu senang kalau kuajak menonton film, katanya nonton sendirian itu nggak seru dan kalau bukan denganku dia sih memilih main musik saja :D Berbeda denganku yang memang hobi, kadang ada saat-saat di mana aku merasa lebih asyik menikmati film sendirian. Makanya aku "menyisakan" film Home Alone 2 untuk ditonton bersama, ---khusus untuk waktu berkualitas kami setelah waktu berkualitas dengan diriku sendiri :)


Sambil menunggu Shane bangun aku mandi dan berganti baju dengan dress baruku. Ternyata terkena air setelah sekian lama nggak mandi membuatku merasa lapar :p (di Bandung sedang musim hujan, itu excuseku buat nggak mandi, lol). Karena kulihat Shane sudah bangun jadi sekalian saja aku mengajaknya untuk memesan makan siang. Kami sepakat untuk memesan makanan dari Restoran Meja Hijau, restoran khusus vegan dan vegetarian yang sebenarnya lokasinya cukup jauh dari rumah kami tapi selalu dipaksakan untuk pesan karena makanannya enak :D Aku memilih satu paket ay*m geprek sementara Shane memilih satu paket ay*m sambal dabu-dabu favoritnya. Mungkin karena sedang tanggal merah jadi susah sekali mendapatkan driver untuk mengantar pesanan kami. Setelah menunggu sekian lama akhirnya aplikasi membatalkan pesanan kami secara otomatis dan membuat owner restorannya mengirim pesan padaku karena makanannya sudah selesai dimasak, ahahaha :'D Untung saja akhirnya kami dapat driver meskipun dari aplikasi lain. Dan kami pun menikmati Christmas lunch yang istimewa sambil menonton fim Home Alone 2.


Vegan meal and Home Alone. Perfect :)


Klik video ini untuk kejutan :p


Nggak cuma kami yang makan makanan istimewa, Kitty juga nggak ketinggalan. Ada cream treat untuknya dan "sup tuna" yang kubuat dengan penuh cinta. ---Jangan bayangkan aku masak betulan ya, sup tuna itu istilah untuk cat food tuna yang dicampur dengan dry cat food dan air mineral. Kitty sangat menyukainya, dia melahap habis semuanya sampai mangkuknya mengkilap! :D Oya. Kitty nggak cuma menerima hadiah dari kami, lho. Dia juga mendapatkan hadiah dari Monsabel Pets Clinic di Medan karena menjadi salah satu pemenang di lomba kostum Halloween bulan Oktober 2023 lalu. Somehow paket hadiahnya nggak terkirim sesuai jadwal (ada kesalahan agen atau apalah aku nggak mengerti) dan malah tiba di waktu yang tepat sebagai Christmas present! :) Kitty mendapatkan empat cat food Royal Canin dan dua mangkuk makan, ---yang merupakan kejutan juga buat aku dan Shane karena kami jarang-jarang memberi Kitty cat food merk premium, hahaha. Bukannya kami pelit ya, tapi menyesuaikan dengan kemampuan dan kata dokter hewan langganan, merk generik pun banyak yang berkualitas :p 


Spot favorit Kitty. Mungkin karena membuatnya hangat di musim hujan ini :)


Kitty menikmati makanan istimewanya.


Shane membantu Kitty membuka hadiahnya.


Seperti Kitty yang langsung melahap hadiahnya, Shane juga langsung memakai kaus kaki bergambar pohon cemara hadiah dariku. "Kaus kakinya sangat Christmassy," begitu katanya :) Aku pun sama, enggan melepas dress baruku dan baru menggantinya dengan piama saat menjelang malam. Kami menghabiskan sisa hari dengan lambat dan menikmati kehadiran satu sama lain. Nggak banyak mengobrol atau sengaja berencana untuk melakukan ini-itu, ---hanya membiarkan semuanya mengalir. Aku sempat membaca salah satu buku baruku beberapa halaman, lalu dilanjutkan dengan bermalas-malasan sambil memperhatikan Kitty yang bergelung di ujung matras lantai. Sementara Shane sempat menerima telepon dari keluarganya yang mengucapkan selamat Natal untuk kami, lalu dia bermain game di handphonenya. Begitu terus sampai kami semua merasa mengantuk :) 


Shane langsung memakai kaus kakinya.


Sungguh hari yang menenangkan dan hangat. Kami tidur dengan nyenyak dan terbangun di pagi hari dengan perasaan yang sangat baik. Belum juga aku beranjak dari tempat tidur Shane bertanya kepadaku, "Sudah dipikirkan belum, benda apa yang sedang kamu inginkan belakangan?" ---Rupanya Shane masih ingin memberiku hadiah. Sejak awal bulan Desember dia memang terus-terusan menanyakan hal yang sama kepadaku. Aku menggeleng, "Nggak ada, aku lagi nggak ingin apa-apa. Buku-buku yang kemarin juga belum selesai dibaca." Begitu akhirnya jawaban yang keluar dari mulutku. Entah aku sedang malas berpikir atau bagaimana, tapi aku merasa semuanya cukup. Bukan tentang uang atau harta benda, tapi tentang hatiku yang belakangan terasa penuh. Bersama Shane, apalagi ditambah dengan hadirnya Kitty, membuatku nggak pernah merasa berkekurangan. Seandainya hadiah bisa diganti dengan "wish" atau "harapan", tentu aku hanya akan meminta supaya bisa punya banyaaaaaaaaak waktu menyenangkan bersama Shane dan Kitty. Itu saja! ;))



happy girl,


Indi

Jumat, 04 Agustus 2023

Menginap di Hotel Kapsul: Awalnya Terpaksa Tapi Berakhir Bahagia! :D




Ada nggak sih orang yang sengaja staycation di hotel kapsul? Maksudnya bukan karena transit atau mau jalan-jalan gitu terus milih hotel kapsul cuma buat tempat tidur tok, ---tapi benar-benar NIAT buat staycation di sana. Kayanya kebanyakan orang bakal milih staycation di hotel konvensional kali ya, yang ada fasilitas buat bersantai seperti kolam renang atau minimal bath up. Soalnya aku pun begitu. Kalau bukan karena terpaksa seperti beberapa tahun yang lalu waktu harus menunggu di bandara, aku ogah menginap di hotel kapsul lagi xD 


Makanya aku cukup kaget waktu Ali bilang ingin menginap di hotel kapsul. Tahun sebelumnya kami staycation di hotel yang punya fasilitas kolam renang dan kids club. Kupikir waktu itu Ali sangat menyukainya jadi akan memilih hotel yang serupa, tapi ternyata aku salah. Dengan mantap ia memilih hotel kapsul karena pernah melihat videonya di Youtube, dan ia penasaran seperti apa rasanya menginap di sana, ahahaha :') Aku nggak langsung mengiyakan tentu saja, tapi menawarinya beberapa pilihan hotel yang sekiranya ia akan suka. Aku juga menceritakan perasaanku ketika menginap di hotel kapsul, ---bahwa di sana tempatnya sempit, kamar mandinya sharing dan nggak ada play groundnya. Bukan untuk menakuti, tapi agar Ali tahu seperti apa di sana dan jangan sampai ia nggak menikmati waktu staycation. Dari beberapa hotel yang aku tunjukkan reviewnya di YouTube, Ali (agak) tertarik dengan tiga hotel yang lokasinya dekat mall dan salah satunya punya fasilitas untuk anak-anak. Segera aku menghubungi ketiganya untuk booking di akhir minggu. Aku sadar akhir pekan selalu jadi waktu yang sibuk di dunia perhotelan, jadi hotel mana pun yang punya kamar kosong akan aku ambil dengan senang hati.


Tapi ternyata... ketiga hotel yang Ali pilih semuanya sudah fully booked! Aku bahkan mencoba booking via aplikasi dan tetap, no luck. Aku bilang sama Ali, "Well, sepertinya tahun ini kita benar-benar staycation di hotel kapsul seperti yang Ali mau." Dan ia langsung menyambutnya dengan gembira, ---sangat-sangat gembira! :D Ali langsung merencanakan apa saja yang akan ia lakukan di sana dan kemana saja kami akan berjalan-jalan. Melihat Ali seperti itu membuatku jadi ikut gembira dan sedikit terharu. Keinginan Ali sangat sederhana, aku jadi merasa bersalah karena nggak langsung mengiyakan, huhuhu :') Ketika aku bersiap untuk memilih hotel kapsul dan memesannya, ada notifikasi yang masuk di handphoneku. Rupanya aku memenangkan giveaway dari Inspira TV, salah satu stasiun TV digital! ---Dan tebak apa hadiahnya?

Voucher diskon menginap di Bobobox alias hotel kapsul! :')


Daftar rencana staycationnya Ali :')


Ali juga ingin mentraktir kami jadi ia membawa bekal "uang" :D



Hari Pertama: Asyik di Luar Angkasa, Menunggu Bapak dan Lapar Dini Hari.


Akhirnya hari yang paling ditunggu oleh Ali pun tiba. Jumat, 2 September 2022, kami bersiap-siap segera setelah Ali pulang sekolah. Rencananya yang akan menginap di hotel hanya aku, Shane dan Ali. Tapi aku memutuskan untuk memesan dua kamar karena Ali ingin Bapak ikut menemani kami di malam hari (---mungkin ia takut disuruh tidur sendirian, hihihi). Sebenarnya keputusanku ini agak gambling, Bapak belum tentu bisa datang karena sedang mengawasi pegawai yang merenovasi tempat tinggal baruku dan Shane. Tapi kupikir nggak apa-apa, better ada kelebihan kamar daripada kebingungan kalau beliau tiba-tiba datang :D Toh aku punya voucher potongan harga, jadi kamar ekstranya nggak bayar harga full :)


Foto sebelum kami berangkat.


Sekitar jam 2 siang kami bertiga berangkat dengan menggunakan mobil online. Hotel Bobobox yang kami tuju itu cabang Alun-Alun, tepatnya di Jl. Kepatihan no. 8 Bandung. Di sana nggak ada tempat parkir khusus pengunjung hotel di dalam gedung, harus jalan ke parkiran Alun-alun atau menumpang di supermarket di sampingnya, atau di mall di sebrangnya. Kami pikir agar lebih praktis gak perlu pakai kendaraan pribadi, jadi bisa langsung berhenti di depan lobby dan nggak pusing mikirin tempat parkir xD 


Berbeda dengan hotel konvensional, Bobobox punya aplikasi sendiri untuk booking dan untuk digunakan selama beraktivitas di hotel (---lumayan makan space memory HP, huhuhu). Jadi waktu kami tiba aku langsung menunjukkan bukti pemesanan untuk mendapat barcode yang nantinya digunakan sebagai akses keluar masuk, termasuk akses ke kamar mandi. Karena aku memesan dua kamar (dua pods) jadi aku mendapat dua barcode, ---yang ternyata bikin sedikit ribet karena kadang tertukar dan bikin pintu nggak bisa dibuka, hahaha. Tapi di luar keribetan itu (mending pakai kartu akses saja deh kalau boleh milih), aku salut dengan semua pegawainya yang super ramah dan helpful. Meski bukan hotel yang didesain khusus untuk ramah anak, tapi mereka baiiiiik banget sama Ali. Dari mulai security sampai front desknya selalu menyapa dan mengajak Ali bercanda. Wah, belum apa-apa Ali langsung bilang betah, deh :D


Setelah proses check in kami menaruh sepatu-sepatu kami di loker mungil untuk digantikan dengan sandal hotel. Sandal-sandal ini hanya boleh digunakan di area kamar, lorong dan kamar mandi. Kalau mau ke area lobby kami harus menukar kembali dengan sepatu, alasannya tentu supaya kebersihannya terjaga. Kami mendapat kamar yang paling ujung, pod nomor 1 dan nomor 3. Dua-duanya tipe skypod alias di atas (ada dua pilihan di atas atau di bawah, jadi podsnya ditumpuk). Karena Bapak belum tentu datang jadi kami bertiga masuk ke kamar nomor 1 saja. Sesuai dugaan, Ali super bersemangat dan langsung memanjat ke atas tempat tidur :D Meski kamar kami didesain untuk dua orang dewasa dan 1 anak, tapi tetap semuanya serba mungil dan compact. Untuk naik ke tempat tidur kami harus memanjat meja yang punya fungsi lain sebagai tangga, hahaha. Untung bawaan kami sedikit, masing-masing hanya satu ransel berisi baju ganti dan dua buah boneka untuk menemani tidur (Onci, bonekaku dan Yeyer, boneka Ali). Jadi kamar kami nggak terasa terlalu sempit. Nggak kebayang kalau kami menginapnya berhari-hari dan harus bawa lebih banyak tas, bisa-bisa kami nggak punya space untuk memijakkan kaki :D


Ali dan Shane langsung mengeksplor isi pod, termasuk tablet yang menempel di dinding.


Ali yang happy :)


Aku dan Onci. Bisa nangis aku kalau ia ketinggalan, hahaha.


Karena sebelumnya sudah pernah menginap di hotel kapsul lain (Digital Airport Hotel-Terminal 3), otomatis aku jadi membandingkan keduanya. Di Bobobox meskipun kami memilih tipe pod yang paling besar tapi di dalamnya nggak ada TV. Berbeda dengan pengalamanku sebelumnya, di dalam pod mungilnya ada TV layar datar yang dilengkapi dengan TV kabel dan headphone. Agak kecewa sih, karena biasanya saat staycation hiburanku selain mengobrol dengan keluarga ya menonton film, hehe xD Tapi Bobobox juga punya kelebihan, sih, di dalam podnya ada lampu yang warnanya bisa diatur sesuai mood kita, juga ada pilihan suara-suara alam yang membantu istirahat jadi lebih relax. Semuanya bisa dikontrol melalui tablet yang menempel di dinding atau melalui aplikasi di handphone. Tips dariku, jangan pasang suara sungai mengalir, soalnya bikin pengin pipis, ahahaha :p 


Suasana pod di Digital Airport Hotel. Sama-sama futuristik tapi ada TV nya.


Ali sudah pintar banget mengambil foto kami, jadi kalau mau berfoto berdua gak perlu timer :p


Another pic by Ali.



Kalau berfoto bertiga gini HP nya disenderin di dinding :p


Lokasi hotel kami super strategis, berhadapan dengan The King's Shopping Center, ---mall legend di Bandung yang sempat kebakaran dan bangkit kembali. Di sekitarannya banyak penjual street food, dan kalau jalan sedikit ke sampingnya ada supermarket Yogya yang lumayan lengkap. Aku dan Shane sudah lapar dan berencana untuk mencari makan siang di sekitaran. Tapi rupanya Ali sangat betah di dalam pod dan nggak mau keluar, padahal ia baru makan siang sedikit sepulang sekolah. Ali sangat sibuk mengotak-atik tablet, mengatur lampu dan suara sesuai seleranya. Katanya ia merasa sedang berada di spaceship seperti Buzz Lightyear xD Aku senang Ali menikmati waktunya, tapi ia tetap harus makan. Dan akhirnya setelah dibujuk kalau setelah makan siang boleh membeli permen, ia pun setuju untuk ikut dengan kami :D


King's Mall terlihat jelas dari hotel karena letaknya bersebrangan.


Shane sedang ingin makan pizza, jadi kami ke Pizza Hut yang berada di dalam mall. Kami selalu berusaha fleksibel, kalau di sekitar nggak ada restoran vegan maka kami akan masuk ke restoran apa saja dan cari menu yang paling mendekati tanpa hewani lalu dimodifikasi. Apalagi kalau sedang liburan seperti ini dan kami bersama orang lain yang makan non vegan, kami nggak mau jadi "sok ekslusif" dan bikin ribet. Di Pizza Hut ada pizza Veggie Garden yang memang vegetarian friendly, jadi kami tinggal request untuk tanpa keju saja. Kalau komposisi yang beredar online akurat, adonannya memang tanpa susu dan telur sih. Ada kemungkinan mengandung butter, but we tried our best ;) Aku dan Shane berbagi satu pan besar, sedangkan Ali berbagi satu pan kecil dengan Yeyer, bonekanya yang ia ajak makan siang, hehehe. Seperti biasa kalau sedang moment istimewa aku izinkan Ali untuk memesan minuman yang sedikit "nakal" (asal jangan soda, kopi dan alkohol, ya, hehe). Ia memilih untuk memesan lemon tea yang kalau hari-hari biasa bakal jadi big no kecuali kalau bikin sendiri di rumah :D 


Sebelum makan berfoto bersama dulu. Yang fotoin Mbak Pizza Hut yang baik hati :)


Yeyer, bonekanya Ali juga ikut. Tuh, ia duduk di samping Shane ;)


Sesuai janjiku, sehabis makan Ali boleh membeli permen (again, ini juga hanya untuk moment istimewa). Di King's ada konter permen yang letaknya di samping eskalator, namanya "Sweet 16 Candy Castle" (kalau di Google namanya "Candy Toko", Idk why). Waktu kecil aku selalu happyyyyy banget kalau diajak Ibu ke sana, dan sekarang ternyata jadi tempat favoritnya Ali juga :D Ya, nggak heran sih karena pilihannya memang banyak dan kita dibebaskan untuk mencampur berbagai macam permen atau cokelat jadi satu gitu. Maksudnya kita nggak perlu beli satu pack, tapi bebas mengambil jenis apapun dan nantinya dihitung per ons, ---tempting kan, hahaha. Tapi Ali anaknya memang manis banget, meski ia kubebaskan untuk mengambil apapun tapi ia selalu bertanya dulu sebelum memasukkan permen pilihannya ke keranjang :')


Beberapa permen pilihan Ali.


Setelah perut kenyang dan puas berjalan-jalan di mall, kami kembali lagi ke hotel. Karena aku sudah mandi di pagi hari, jadi aku hanya mencuci muka dan berganti baju dengan piama. Sementara Shane dan Ali mereka mandi terlebih dulu. Shane mandi di kamar mandi laki-laki (of course, haha) dan Ali mandi di kamar mandi perempuan karena masih harus aku awasi meski bisa mandi sendiri. Aku cukup kagum dengan keadaan kamar mandinya, karena meski sharing bathroom tapi cukup bersih, lho. Fasilitasnya juga nyaman, ada air panas yang mengalir lancar, hair dryer, bahkan setiap orang mendapatkan pasta dan sikat gigi yang bisa diambil di lobby. Plus handuk juga yang sudah tersedia di masing-masing pod, tapi hanya dipinjamkan tentunya :D Aku nggak tahu ya apa kondisinya memang selalu bersih atau hanya kebetulan karena pas kami menginap tamunya sedang sedikit. Semoga sih memang selalu bersih, ya ;)


Fasilitas kamar mandi yang bisa dipakai bersama. Lengkap juga, ada hair dryer, blower dan sabun di area wastafelnya. Di sampingnya ada toilet stall tiga pintu.


Area shower. Ada pembatas antara shower dan tempat untuk ganti baju, jadi no basah-basah.


Sekitar jam 7 malam mulai deh Ali bertanya-tanya apa Abah alias Bapak akan datang untuk menginap bersama kami. Sepertinya ia mulai mengantuk, tapi untung saja nggak rewel, hehehe. Aku lalu menelepon Bapak dan syukurlah ternyata beliau bisa menyusul meski paginya harus kembali bekerja. Sama seperti Ali, aku juga senang karena artinya kamar ekstra yang ku booking nggak sia-sia :D Yang lucu saking bersemangatnya menyambut Bapak, Ali ingin menunggu di lobby saja supaya nggak ketiduran, hahaha. Sebetulnya Ibu sudah mengingatkan Ali lewat WhatsApp kalau ia lebih baik menunggu di kamar, tapi rupanya Ali benar-benar takut ketiduran jadi ia terus membujukku untuk menemaninya di lobby. Tadinya sambil menunggu kami ingin sambil cemal-cemil, tapi ternyata untuk pembayaran harus menggunakan dompet digital. Karena saldo OVO ku tinggal sedikit jadi kami hanya bisa beli 2 botol air mineral, ahahaha :'D Sebal sih, tapi mau gimana lagi. Mau keluar pun sudah malam dan aku nggak mau kalau tanpa Shane. Aku langsung kepikiran Bapak, gimana kalau beliau lapar tengah malam dan nggak bisa beli apa-apa karena nggak punya dompet digital :(


Ali yang sudah ganteng, wangi dan berpiama menunggu Bapak di lobby.


Right on time, Bapak tiba sebelum Ali ketiduran. Jadi sebelum Bapak tiba Ali akhirnya menuruti nasihat Ibu untuk menunggu di kamar. ---Well, sebenarnya karena sedikit diancam juga sih, Ibu bilang Bapak nggak akan jadi datang kalau Ali masih di lobby, hahaha. Aku nggak berlama-lama menemani Bapak dan Ali di pod nomor 3 karena mereka akan segera beristirahat. Aku hanya memberi Bapak perlengkapan mandi untuk besok pagi, sebotol air mineral dan barcode untuk akses keluar masuk. Nggak lupa aku juga mengingatkannya untuk mengirimiku pesan jika lapar atau memerlukan sesuatu karena aku dan Shane sepertinya akan begadang untuk menonton film. (---Nggak ada TV, HP pun jadi, lol). Setelah itu aku mengucapkan selamat tidur dan kembali ke pod nomor 1, kamarku dan Shane.


Yang ditunggu-tunggu Ali akhirnya datang juga. Wah, langsung dipinjami HP :p


Shane sedang tidur-tiduran di balik selimut sambil bermain HP ketika aku masuk ke kamar. Aku ikut berbaring di sampingnya dan mulai mencari-cari tontonan menarik. Internet (Wifi) di sini agak lambat jadi agak berat untuk dipakai menonton film. Bahkan waktu kami check in pun sempat kesulitan sebenarnya, tapi memang masih mending dibandingkan di kamar. Waktu kami di lobby Ali masih sempat menonton "I Am Groot" di Disney+ dan lumayan lancar, lho. Akhirnya kami urung menonton film dan menonton video-video pendek saja. Belum satu jam aku merasa ngantuk, mungkin pengaruh suhu yang sangat dingin juga. AC nya memang dingin sekali padahal sudah diatur ke suhu yang paling tinggi, dan selimut yang disediakan juga nggak membantu karena tipis dan ukurannya pas-pasan :') Kami sampai harus tidur berdempetan dan batal begadang, hahaha.


Sekitar jam 2 pagi aku dan Shane terbangun karena lapar (ajaib ya bisa berbarengan, lol). Kami lalu memutuskan untuk memesan makanan via aplikasi karena nggak yakin kalau masih ada yang berjualan di sekitar di waktu sangat larut. Nggak lupa sebelumnya aku juga mengirim pesan pada Bapak, siapa tahu beliau juga terbangun dan lapar. Tapi ternyata nggak ada balasan jadi aku asumsikan beliau sedang di alam mimpi bersama Ali dan Yeyer :D Kami memesan makanan dari restoran langganan sewaktu kami masih tinggal di apartemen yang (seringnya) buka sampai pagi. Aku dan Shane sering bergurau kalau alasan kami menjadi pelanggan karena kami nggak punya pilihan lain. Jadi meski sering salah dan porsinya berubah-ubah waktu memberikan pesanan, kami menerima saja daripada lapar tengah malam :p Joke aside, rasa masakannya lumayan kok :)


Di Bobobox tamu nggak boleh makan di dalam kamar, mereka sudah menyediakan 2 communal area yang bisa digunakan. Satu di rooftop dan satunya lagi di kursi dan meja yang disediakan di setiap lorong pods. Karena kami takut membangunkan tamu lain, jadi kami memilih untuk makan di rooftop saja. Nggak ada akses lift untuk ke rooftop dan mushala yang berada di lantai 4, kami harus menggunakan tangga manual yang sempit. Sangat disayangkan sebenarnya karena kesannya jadi nanggung. Jika lift bisa dipakai sampai lantai 3 kenapa nggak sekalian lanjut satu lantai lagi? Untuk yang fisiknya sehat sih nggak masalah, tapi untuk yang punya keterbatasan masa sih selama menginap harus diam di kamar karena nggak punya akses ke rooftop dan juga mushala, huhu. Kecuali kalau di tempat ini memang punya aturan yang menginap khusus untuk anak muda dan yang sehat saja ya :p


Anyway, di luar "keanehan" aksesnya yang sangat nggak senior dan disability friendly, kondisi rooftopnya sebenarnya oke. Luas, ada meja-meja panjang yang bisa untuk menampung banyak tamu sekaligus dan perlengkapan makan juga disediakan. Para tamu juga sepertinya lumayan bertanggung jawab, mereka langsung mencuci piring, sendok dan gelas sehabis digunakan. Kenapa aku bilang "lumayan"? Karena mereka nggak CUKUP bertanggung jawab untuk membersihkan sisa-sisa nasi di drainer wastafel! Ahahaha, jorok banget lihatnya :') Aku dan Shane yang "gelian" auto bersih-bersih wastafel supaya orang lain nggak harus mengalami hal sama, lalu cuci tangan dengan banyak sabun sesudahnya. 


Makannya pakai mangkuk karena Shane gak tahu kalau ada piring ekstra di lemari, hahaha.


Makan di rooftop dini hari itu mixed feeling. Lihat kota Bandung dari atas waktu keadaan sepi bikin perasaanku damai sampai lupa kalau siangnya selalu macet. Tapi di sisi lain aku juga merasa seram setiap melihat ke arah gedung supermarket yang berada di samping kanan hotel. Kelihatan begitu kosong dan "mati", benar-benar nggak ada tanda-tanda kehidupan. Entah ide dari mana aku tiba-tiba mengarahkan kamera HP ke arah jendela lantai paling atas supermarket. Tapi nggak lama aku berhenti, soalnya ingat kalau nggak akan siap kalau sampai lihat "sesuatu", ahahaha T_T Sehabis makan dan bersih-bersih kami kembali lagi ke kamar untuk tidur. Mau berlama-lama pun selain seram udara di atas sangat dingin. Minimal di kamar ada selimut deh meski harus saling tarik (karena mungil, hehe).



Hari Kedua: Sarapan Double, Mall dan Film Horor.


Kami berempat bangun pagi-pagi sekali, sebelum jam 7 pagi. Bapak langsung mandi karena beliau harus bekerja. Beliau bilang kamar mandinya nyaman, bersih dan air panasnya lancar. Suasananya juga sepi jadi terasa leluasa karena nggak harus berbagi dengan tamu lain. (---Yaaa, yang lain mungkin masih tidur, Pak! Hehehe). Mendengar beliau bilang begitu aku jadi lega, karena sebenarnya aku merasa nggak enak mengajak orangtua ke tempat seperti ini (baca: bukan hotel konvensional untuk bersantai). Tapi Bapak bilang ia nggak keberatan, so I guess everything is fine! :) Nggak bisa berlama-lama Bapak langsung pamit tanpa sarapan. Untung saja semalam aku sempat memberikan sedikit uang untuk berjaga-jaga jika ingin membeli sesuatu, jadi beliau bisa menggunakannya di perjalanan nanti. Ali terlihat sedikit berkaca-kaca dan sesekali membujuk Bapak untuk tetap bersama kami. Syukurlah hanya sebentar, nggak lama setelah Bapak melambaikan tangan dan masuk ke dalam lift untuk turun, Ali kembali ceria! :D


Ali mengantar Bapak ke lift.


Karena semalam aku nggak mandi, jadi aku putuskan untuk mandi selagi belum ada tamu lain yang memakai kamar mandi. Saat aku sedang bersiap-siap membawa handuk dan baju ganti, tiba-tiba Ali bilang kalau ia juga ingin mandi lagi! Waaah, nggak mungkin dong kami mandi berdua :D Untung saja Shane kemarin sudah mandi, jadi aku bisa minta tolong padanya untuk mengawasi Ali. Aku bilang padanya kalau ia hanya perlu mengawasi Ali dari luar tirai shower, nggak perlu ikut masuk. Karena yang Ali butuhkan hanya seseorang yang mengingatkan dan memastikan ia membilas sabun dengan benar lalu mengeringkan badannya dengan teliti. ---Well, sepertinya Shane understood the assignment. Karena begitu aku selesai mandi langsung disambut oleh Ali yang sudah rapi, rambutnya klimis dan wangi minyak telon, ahaha xD Kami berkumpul di pod nomor 1, nggak banyak melakukan apa-apa hanya menikmati waktu bersama. Sesekali Shane bermain dengan Ali, mereka berpura-pura Yeyer (boneka) bisa bermain skateboard dengan menggunakan HP sebagai papannya, hahaha. Lama-lama perut kami lapar juga, sementara mall baru buka jam 10 yang artinya masih 2 jam lagi.


Selfie setelah mandi. Langsung beda auranya, gak lagi muka bantal, hahaha.


OOTD bersama mural yang chubby sepertiku xD Oya, lorong ini salah satu communal space, bisa dipakai makan atau sekedar duduk-duduk.


Kami sudah rapi dan wangi. Hebat banget Ali mandi sendiri :)


Yeyer bermain "skateboard" :D


Karena nggak tahan aku memesan nasi goreng plus teh manis dari restoran terdekat yang sudah buka. Entah kenapa nasi goreng kami terasa amis, seperti ada ikan/seafoodnya gitu, padahal yang kupesan nasi goreng sayur :( Mungkin dimasak dengan wajan yang sama atau memang di bumbunya ada terasi/saus tiram, IDK. Yang pasti selama makanannya bersih aku gak mau mubazir dan akan berusaha menghabiskannya. Tapi rasa amisnya memang terlalu kuat, aku hanya bisa memakannya setengah porsi. Begitu juga Shane dan Ali yang menyerah dan ingin menunggu mall buka saja untuk proper breakfast. Btw, Shane memang nggak suka ikan, bahkan sebelum ia jadi vegan. Makanya jangankan aroma amis ikan asli, ikan tiruan pun ia nggak mau makan, hehehe :'D 


Posisi pod kami sangat dekat dengan jendela, jadi kami bisa mengecek kondisi mall sesering mungkin. Begitu terlihat security mall sudah datang dan lampu-lampu dinyalakan, kami langsung berkemas. ---Um, sebenarnya Ali belum mau check out, ia masih mau stay di hotel sampai tengah hari. Tapi rencanaku dan Shane, kami ingin menghabiskan sisa hari di mall saja. Berkali-kali Ali menelepon Ibu agar beliau mau menemaninya di hotel selama aku dan Shane di mall, tapi tentu Ibu nggak bisa karena di rumah nggak ada siapa-siapa. Kasihan sebenarnya, tapi aku sudah lumayan pegal di dalam ruang sempit :') Beruntung Ali setuju untuk check out selama ia diizinkan memilih menu sarapan yang kedua. Ia ingin makan donat! Okay, you got it, kiddo! ;)


Waktu proses check out Ali masih berat meninggalkan Bobobox rupanya. Dengan security dan petugas front desk ia sibuk mengobrol ini itu. Ia bahkan mengambil foto password Wifi untuk berjaga-jaga jika ia kembali lagi suatu hari :'D Beneran deh kalau soal ramah seluruh pegawai di Bobobox ini juara! Mereka bahkan nggak segan mengajak Ali bermain dan bercanda setiap kami ke lobby. Sungguh nilai plus :) ---Well, siapa tahu teman-teman ada yang mau menginap dan perlu sedikit insight, aku sebutkan ya poin-poin plus dan minusnya.


Kekurangan:

1. Nggak ramah anak (kecuali semua pegawainya yang ramah-ramah ya :p ). Padahal hanya perlu space kecil untuk mini playground. Bisa ditaruh di communal space, misalnya di rooftop.

2. Nggak ramah disabilitas dan orang tua. Ini yang paling menggangguku. Elevator sangat kecil dan hanya sampai lantai 3. Untuk menuju rooftop dan mushala hanya bisa menggunakan tangga yang terjal. Jika pengguna kursi roda ingin menginap di sini, lupakan saja.

3. Wifi yang lemah.

4. Kebersihan dipertanyakan. Ada gumpalan rambut di sudut tempat tidur. Ketika lapor langsung ada petugas yang membersihkan dengan cara naik ke atas tempat tidur yang sudah terpasang sprai :')

5. Ukuran selimut terlalu kecil untuk dipakai berdua.

6. Untuk snacks dan minuman hanya bisa dibeli dengan dompet digital (seperti OVO, dll). Kurang praktis terutama untuk bapakku yang nggak punya aplikasi-aplikasi seperti itu.

7. Akses masuk pod harus menggunakan HP. Artinya saat masuk ke kamar mandi pun HP harus dibawa, ahaha :'D Kecuali jika ada orang lain yang bisa membukakan pod dari dalam. Nggak bersih rasanya HP keluar masuk kamar mandi dan toilet.


Kelebihan:

1. Seluruh pegawainya ramah demi apa :'))) Bahkan securitynya helpful dan sabar.

2. Fasilitas kamar mandi cukup bersih. Terkadang ada tisu berceceran tapi setelah ku cek beberapa jam kemudian sudah bersih :)

3. Lokasi dekat dengan mall dan supermarket.

4. Nggak terlalu ramai meskipun akhir pekan.

5. Bisa memilih pod di atas atau pod di bawah bagi yang nggak suka/nggak bisa memanjat.


Saranku sih Bobobox kalau bisa lebih "ramah" untuk semua kalangan. Nggak ada larangan untuk orang tua, anak-anak dan disabilitas untuk menginap, kan? Jadi mungkin bisa dipikirkan kembali aksesibilitasnya (nanggung lho, tinggal nambah satu lantai saja akses lift nya padahal, ahaha). Untuk akses keluar masuk juga bisa diganti dengan kartu misalnya. Model HP sekarang besar-besar, TBH risih banget harus bawa HP buat sekedar pipis, huhu. 


Okay, aku lanjutkan lagi ceritanya ya. Karena nggak bawa mobil, jadi kami ke King's dengan masih membawa ransel. Berat-berat sedikit nggak apa lah, toh kupikir bakal sering duduk, hihi. Sesuai janji pada Ali, kami sarapan (lagi) di JCO Donuts. Aku dan Shane memesan kopi hitam. ---Kami sekedar menemani Ali saja sih sebenarnya, hanya ngopi-ngopi biar nggak mengantuk. Untuk makan berat kami berencana mencari di tempat lain yang ada menu vegannya. Yang penting Ali dapat yang ia mau dulu dan ia happy :) Ali memesan beberapa donat Oreo dan ia bisa menghabiskan semuanya padahal baru makan nasi goreng, hahaha. Ia sangat cerewet sepanjang sarapan kedua ini, nggak henti-hentinya ia berbicara tentang pengalamannya selama di Bobobox. Mungkin saking berkesan baginya, ya. Sampai-sampai belum satu jam check out ia sudah berencana akan menginap di sana lagi! :')


Ali dan donat-donatnya. Seperti Hobbit ya, ada "sarapan kedua" :D


Selesai sarapan Ali dijemput pulang karena aku dan Shane masih ingin melanjutkan jalan-jalan di mall. Ya, sekalian quality time berdua juga. Ada Ali memang seru, tapi boleh dong kami pacaran berduaan saja :p Kami ke lantai atas untuk melihat-lihat random stuff, ---benar-benar random dari mulai furnitur, mainan sampai pakaian. Tapi kami nggak membeli apa-apa karena bawaan kami lama-lama ternyata lumayan merepotkan, sampai-sampai aku menyerah dan membiarkan Shane menggendong tas ranselku. Akhirnya kami putuskan untuk ke bioskop, di sana at least kami bisa duduk, kan, hehehe. Nggak ada film yang lagi benar-benar kami ingin tonton, but we're such a sucker for horror movies, ---literally apa saja asal horror akan kami tonton :D Jadi saat kami melihat poster film Mumun, tanpa banyak pertimbangan kami langsung membeli dua buah tiket. Memang kami tahu filmnya tentang apa? NGGAK xD Menonton trailernya saja belum pernah. Kalau aku sih sebelumnya sudah tahu kalau dulu ada serial "Jadi Pocong" di Indosiar dengan nama tokoh yang sama dengan judul filmnya meski nggak pernah nonton. Sedangkan Shane, dia benar-benar blank :p


Ngemil di foodcourt sebelum film dimulai.


Pilih-pilih camilan untuk teman nonton.


Kami masuk teater tanpa ekspektasi, kalaupun filmnya jelek kami masih punya pop corn untuk dinikmati, hehe. Oya, meskipun aku lahir dan besar di Bandung tapi ini baru kali ketigaku nonton di bioskop King's, lho. Duluuuu sekali memang lumayan sering, tapi waktu masih bermana "Galaxy" (koreksi kalau salah), belum CGV seperti sekarang. ---Dan sebelum mallnya kebakaran tentunya :')

Kesan pertama kami dengan film Mumun yaitu satu kata: Kocak! Humornya sangat Betawi dan kalau saja nontonnya di TV tanpa tahu tahun rilisnya kami bakal mikir ini film tahun 90'an. Mirip-mirip seperti Si Doel gitu. Lalu di pertengahan film baru lah muncul adegan-adegan horornya, ---yang sejujurnya sukses bikin aku dan Shane lompat dari kursi kami, ahahaha. Visualnya oke, dan timing kemunculan pocong "Mumum" nya pun tepat, jadinya efektif. Overall kami puas dan merasa nggak salah pilih film. Meski tentu bukan film yang sempurna, karena ada adegan-adegan yang terlalu repetitif (bikin seramnya hilang) dan endingnya juga berkesan buru-buru. Tapi itu dia, tertutup dengan komedi dan visual pocongnya yang kece ;) (Lah, pocong kok kece, huehe).


Kalau ada yang nggak menyenangkan dari pengalaman menonton kami, jelas bukan gara-gara filmnya. Tapi gara-gara penonton lain! Ah, astaga, Ibu-Ibu di sebelahku sibuk banget bikin status WhatsApp pakai potongan film. Iya, ia merekam dengan handphonenya meskipun sudah ada larangan yang disiarkan sebelum film diputar. Parahnya ini Ibu bolak-balik putar ulang rekamannya waktu film MASIH diputar. Aku sampai bilang, "Ssst," berkali-kali tapi ia cuek saja T_T Penonton lain juga banyak yang bawa anak-anak meski filmnya berkategori 13 tahun ke atas. Gimana mereka bisa lolos waktu mau masuk dan proses penyobekan tiket? Nggak tahu. Yang aku tahu pasti, ini salah satu bioskop terburuk yang pernah aku kunjungi, ---perpaduan seimbang antara petugas cuek dan pengunjung norak :')


Tapi moodku dan Shane memang benar-benar bagus, jadi begitu keluar area bioskop sudah seperti nggak habis terjadi apa-apa, hahaha. Perut kami sudah terasa lapar, mikir-mikir sebentar akhirnya diputuskan untuk makan di Solaria saja. Restoran vegan-vegetarian terdekat namanya "Padma Vegeta", kalau ditempuh dengan jalan kaki jadinya berasa nggak dekat-dekat amat, jadi kami urung ke sana dan makan yang ada saja. Di Solaria kami memesan makanan yang paling mudah dimodifikasi jadi vegan. Shane memesan nasi goreng sayur (tinggal minta tanpa ayam, sosis, telur, dll), sedangkan aku memesan kwetiau sayur tanpa kuah (---karena kuahnya kemungkinan besar mengandung kaldu). No ribet-ribet kan, kami bisa ber-vegan dimana saja :D Dua-duanya rasanya enak dan sukses membuat kami kenyang. 


Mungkin karena perut sudah terisi aku jadi merasa sedikit mengantuk. Aku bilang sama Shane lebih baik kami sudahi saja jalan-jalannya dan kembali ke rumah orangtuaku (selama tempat tinggalku dan Shane direnovasi kami sementara tinggal di sana). Shane setuju, karena ternyata ia juga kelelahan. Kami mampir sebentar ke Dunkin Donuts untuk membeli oleh-oleh untuk Ibu. Beliau memang lebih suka Dunkin dibanding merk lain, katanya lebih empuk dan padat, hahaha. Persis sepertiku, waktu masih makan vegetarian aku juga selalu pilih Dunkin :D 

Setelah dapat donatnya kami langsung ke area drop off mall untuk menunggu mobil online. Kocak juga rasanya, orang-orang mungkin pikir kami habis backpackeran soalnya bawa-bawa ransel. Padahal masih dari Bandung-Bandung juga, ahahaha. Di mobil rasanya aku semakin mengantuk. Kami nggak banyak mengobrol dan hanya menikmati perjalanan kami sampai tiba di rumah :)


Kalian tahu, aku sebelumnya nggak pernah mengira akan mengatakan (well mengetik) ini. Tapi aku BAHAGIA dan sangat BERSYUKUR kami staycation di hotel kapsul! :'D Seandainya aku nggak mengikuti keinginan Ali mungkin rasanya akan berbeda, so thank you so much, Ali! :) Dan aku juga belajar sesuatu dari staycation kali ini, bahwa kebahagiaan setiap orang itu berbeda-beda. Bagi orang lain (termasuk bagiku) liburan yang sempurna itu mungkin di hotel dengan kolam renang dan playground yang luas, tapi bagi Ali menginap di hotel kapsul itu adalah hal yang paling keren sedunia! Juga, melihat orang lain (Ali) senang membuatku ikut senang. Hatiku terasa penuh melihat kebahagiaan dan excitement Ali sepanjang dua hari satu malam bersamanya. Aku nggak mau mengganti pengalaman ini dengan apapun, bermalam bersama Ali di hotel kapsul dan menonton film horor di bioskop "norak" bersama Shane xD (Dan Bapak, meski beliau hanya mampir sebentar)

Jadi akan menginap di mana kami untuk staycation berikutnya? Well belum tahu, dan apakah itu matter? ---Kurasa enggak, karena selama kami bisa mengabiskan waktu bersama, dimana pun, itu yang membuat kami bahagia. 

Mau ke hotel kapsul lagi juga ayok! Ahahaha! :p 





yang suka kebangun tengah malam karena lapar,


INDI